"Kebijakan pemerintah pusat ini cukup ironis karena tidak memberikan DR. Sementara kerusakan hutan di Kaltim diperkirakan telah mencapai 6,8 juta hektare," kata pemerhati lingkungan Kaltim, Niel Makinuddin, di Samarinda, Selasa (29/1), seperti dikutip Antara.
Dalam lampiran Surat Menteri Kehutanan Nomor: S.56/Menhut-II/RK/2008 tertanggal 24 Januari 2008 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan Tahun Anggaran 2008, tidak terlihat ada alokasi DR untuk Kaltim pada tahun ini.
Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Dephut, Boen M. Purnama itu tidak satu pun kabupaten kota di Kaltim mendapat kucuran dana DR 2008.
"Luas kerusakan mencapai 6,8 juta hektare. Itu maka sama artinya dengan dua kali luas hutan di Jawa Barat. Dihentikannya penyaluran DR menjadi persoalan sangat serius bagi pelestarian hutan di Indonesia, mengingat hutan Kaltim adalah bagian dari heart of Borneo atau menjadi salah satu sumber penghasil oksigen nasional," imbuh Niel.
Ia menjelaskan, dengan tidak dikucurkan Dana Reboisasi, maka upaya merehabilitasi dan mereboisasi kawasan hutan yang rusak di Kaltim akan mengalami persoalan serius.
"Jelas luas kerusakan akan bertambah karena dengan kondisi seperti itu, hutan akan rawan mengalami kebakaran khususnya pada musim kemarau." imbuh mantan Direktur Eksekutif Walhi Kaltim itu.
Niel yang juga peneliti pada Proyek Pesisir (kerja sama daerah dengan lembaga internasional untuk pelestarian kawasan pantai dan laut Kaltim ) itu menjelaskan, sebelumnya, Kaltim mendapat dana DR sekitar Rp100 miliar per tahun, untuk merehabilitasi dan mereboisasi hutan di Kaltim. Namun ternyata jumlah itu tidak berimbang dengan luas kerusakan hutan.
Misalnya seperti di wilayah Bulungan dana DR mencapai Rp18 miliar per tahun hanya mampu untuk merehabilitasi dan mereboisasi lahan seluas tiga hektare. Sedangkan laju kerusakan hutan di Kaltim diperkirakan mencapai 500 hutan dan lahan per tahun
Ketakutan daerah terkait dengan Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa termasuk Juknis dan Juklaknya sehingga banyak pejabat enggan menjadi pimpro untuk melaksanakan proyek sehingga daya serap DR di daerah rendah.
Ia mencontohkan, Pemkot Balikpapan memanfaatkan sebagian dana DR untuk pemagaran hutan lindung, namun kemudian dipersoalkan oleh pihak kejaksaan karena dianggap sebuah penyimpangan serius.
"Alasan Pemkot Balikpapan masuk akal, yakni kegiatan reboisasi tidak bermanfaat apabila kawasan tersebut tidak dipagar. Karena dengan mudah masyarakat mengkapling dan menjarah kawasan yang dekat dengan jalan raya itu," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Kaltim, Budi Pranowo dan Kepala Biro Humas Pemprov Kaltim, Jauhar Effendi enggan memberikan komentar mengenai dihentikan DR untuk Kaltim pada 2008. Ia beralasan belum mendapat pemberitahuan resmi dari Dephut.
"Memang dalam penerapan aturan sangat kaku, khususnya Keppres 80 sehingga bukan hanya pada sektor kehutanan. Pada bidang lainnya juga daya serap keuangan sangat rendah akibat banyak pegawai yang takut menjadi pimpro. Seharusnya yang dianggap penyimpangan apabila terjadi mark up (penggelembungan dana) ataupun manipulasi barang, namun kesalahan administrasi kini juga digolongkan penyimpangan berat," katanya.Sumber Article www.inilah.com
2 komentar:
wah seharusny pemeritah lebih cepat tanggap tentag hutan yang mulai gundul
berita yang menarik,...thanks infonya
Posting Komentar